Jakarta, (JayaPosNews) Berbeda, tetapi sama. Mungkin seperti itulah penjelasan kalau ada pertanyaan kapan Hari Pers Nasional (HPN) di mulai dan sejak kapan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) berdiri. Waktunya berbeda, tetapi peringatannya sama, yakni 9 Februari. Pers sebagai subjek dalam HPN menyangkut insan pers secara keseluruhan, termasuk wartawan/jurnalis, penerbitan, dan pengusaha persnya. Sedangkan, subjek PWI menyangkut insan organisasi wartawan Indonesia, tetapi keduanya lahir dari dunia pers. Seperti dilansir haripersnasional.com, salah satu butir keputusan Kongres Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ke-28 di Padang Sumatera Barat (1978) adalah cetusan kehendak masyarakat pers untuk menetapkan satu hari yang bersejarah guna memperingati peran dan keberadaan pers secara nasional. Kehendak tersebut diusulkan kepada pemerintah melalui Dewan Pers untuk menetapkan Hari Pers Nasional (HPN). Dalam sidang Dewan Pers ke-21 di Bandung pada tanggal 19 Februari 1981, kehendak tersebut disetujui oleh Dewan Pers untuk disampaikan kepada pemerintah sekaligus menetapkan penyelenggaraan Hari Pers Nasional. Hari Pers Nasional diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 9 Februari bertepatan dengan Hari Ulang Tahun PWI, ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI No. 5 tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Januari 1985. Dewan Pers kemudian menetapkan Hari Pers Nasional dilaksanakan setiap tahun secara bergantian di ibukota provinsi se-Indonesia. Penyelenggaraannya dilaksanakan secara bersama antara komponen pers, masyarakat, dan pemerintah khususnya pemerintah daerah yang menjadi tempat penyelenggaraan. Kebijakan ini diputuskan dalam sidang Dewan Pers ke-26 di Ambon pada 11-13 Oktober 1985. Berbagai kegiatan diselenggarakan untuk menyemarakkan Hari Pers Nasional. Antara lain Pameran Pers dan Media yang diikuti oleh seluruh komponen pers nasional, media, serta pendukung lainnya. Selain itu diselenggarakan Konvensi Nasional Media Massa, penyerahan Anugerah Jurnalistik dan Pers, Bakti Sosial, dan hiburan rakyat. Hari Pers Nasional menjadi ajang silahturahmi dan penyatuan pemikiran untuk kemajuan pers khususnya dan bangsa Indonesia umumnya. Kegiatan ini merupakan agenda tahunan terbesar dan paling bergengsi bagi komponen pers Indonesia. Landasan ideal HPN ialah sinergi. Sinergi antar komponen pers, antara komponen pers, masyarakat dan pemerintah, seperti tergambar pada untaian pita (umbulumbul) yang membentuk huruf HPN. Sejarah Persatuan Wartawan Indonesia Persatuan Wartawan Indonesia selanjutnya dikenal dengan nama PWI adalah organisasi profesi wartawan pertama di Indonesia.PWI berdiri pada 9 Februari 1946 di Surakarta bertepatan dengam Hari Pers Nasional. PWI beranggotakan wartawan yang tersebar di seluruh Indonesia.Saat ini PWI dipimpin oleh Margiono selaku ketua umum yang menjabat sejak 2013 hingga 2018. Berdirinya organisasi PWI menjadi awal perjuangan Indonesia dalam menentang kolonialisme di Indonesia melalui media dan tulisan.Setelah berdirinya PWI, organisasi serupa juga didirikan. Organisasi tersebut adalah Serikat Penerbit Suratkabar atau SPS pada 8 Juni 1946. Serikat Penerbit Suratkabar mengganti namanya menjadi Serikat Perusahaan Pers pada 2011, bertepatan dengan hari jadi SPS yang ke-65. Kepentingan untuk mendirikan SPS pada waktu itu bertolak dari pemikiran bahwa barisan penerbit pers nasional perlu segera ditata dan dikelola, dalam segi idiil dan komersialnya, mengingat saat itu pers penjajah dan pers asing masih hidup dan tetap berusaha mempertahankan pengaruhnya. Karena jarak waktu pendiriannya yang berdekatan dan memiliki latar belakang sejarah yang serupa, PWI dan SPS diibaratkan sebagai “kembar siam” dalam dunia jurnalistik. Panitia Persiapan Sebelum didirikan, PWI membentuk sebuah panitia persiapan pada awal awal tahun 1946.Panitia persiapan tersebut dibentuk pada tanggal 9-10 Februari 1946 di balai pertemuan Sono Suko, Surakarta, saat diadakannya pertemuan antar wartawan Indonesia. Pertemuan itu dihadiri oleh beragam wartawan, di antaranya adalah tokoh-tokoh pers yang sedang memimpin surat kabar, majalah, wartawan dan pejuang.Pertemuan tersebut menghasilkan dua keputusan, diantaranya adalah: Disetujui membentuk organisasi wartawan Indonesia dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang diketuai oleh Mr. Sumanang Surjowinoto dengan sekretaris Sudarjo Tjokrosisworo. Disetujui membentuk sebuah komisi beranggotakan: Sjamsuddin Sutan Makmur (Harian Rakyat Jakarta), B.M. Diah (Harian Merdeka, Jakarta). Abdul Rachmat Nasution (kantor berita Antara, Jakarta). Ronggodanukusumo (Suara Rakyat, Mojokerto). Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya). Bambang Suprapto (Penghela Rakyat, Magelang). Sudjono (Surat Kabar Berjuang, Malang) Suprijo Djojosupadmo (Surat Kabar Kedaulatan Rakyat,Yogyakarta). Delapan orang komisi yang telah dibentuk tersebut selanjutnya dibantu oleh Mr Sumanang dan Sudarjo Tjokrosisworo, merumuskan hal-ihwal persuratkabaran nasional waktu itu dan usaha mengkoordinasinya ke dalam satu barisan pers nasional. Komisi beranggotakan 10 orang tersebut dinamakan juga “Panitia Usaha”. Tiga minggu kemudian, Panitia Usaha mengadakan pertemuan kembali di Surakarta bertepatan dengan sidang Komite Nasional Indonesia Pusat yang berlangsung dari 28 Februari hingga Maret 1946. Panitia Usaha mengadakan pertemuan dan membahas masalah pers yang dihadapi. Dari pertemuan itu lah kemudian disepakati didirikannya Serikat Perusahaan Suratkabar dalam rangka mengkoordinasikan persatuan pengusaha surat kabar yang pendirinya merupakan pendiri PWI.(tim)