Jakarta, Jaya Pos News
Ketua Mahkamah Agung Syarifuddin menyampaikan pidato perdana sebagai Ketua MA periode 2020-2025 secara daring dari Ruang Command Center MA, Jakarta. Acara yang dihadiri para pemimpin MA tersebut disiarkan secara langsung lewat kanal Youtube.
Salah satu materi yang disampaikan ialah Paket Kebijakan Pembinaan dan Pengawasan. Ia meminta aparatur pengadilan tidak alergi terhadap pengawasan. “Aparatur badan peradilan tidak perlu alergi akan pengawasan. Mereka yang alergi malah itu yang harus dicurigai. Prinsip kita, yang bisa dibina kita bina. Yang tidak bisa dibina kita binasakan saja,” tegas Syarifuddin.
Dia juga meminta badan pengawasan (bawas) tidak kendur untuk mengawasi 20 ribuan aparat pengadilan. Bawas harus terus mengaktifkan tim saber pungli di lingkup internal peradilan. “Khusus kepada bawas, kepada 20 orang yang telah dilantik di unit pemberantasan pungli, terus digalakkan setiap hari dengan menggunakan manajemen risiko,” paparnya. Pengganti Hatta Ali ini mengharapkan pengadilan tinggi menjadi ujung tombak pengawasan. Ketua pengadilan tinggi dan jajarannya harus bisa menyelesaikan masalah di wilayah kerjanya.“Ini penting agar seluruh permasalahan diselesaikan lebih dahulu oleh pimpinan tingkat banding. Pengadilan tinggi meneruskan ke MA bila tidak bisa diselesaikan di tingkat banding,” pungkasnya.
Syarifuddin mengakui luasnya rentang kendali jajaran peradilan di bawah membuat MA sulit melakukan pengawasan secara langsung. Oleh karena itu, ia mengimbau ketua pengadilan tingkat banding di daerah supaya meningkatkan peran pengawasan serta pembinaan di daerah masing-masing. Ia juga mendorong supaya dalam melakukan fungsi pengawasan dan pembinaan, jajaran MA memanfaatkan informasi dan teknologi.
“Apa pun bentuk dan metode pengawasan yang dilakukan jangan sampai mengganggu independensi hakim dalam memutus perkara,” tuturnya. Di samping itu, imbuhnya, MA perlu menghidupkan kembali jabatan hakim agung pengawas daerah di bawah ketua hakim bidang nonyudisial. Hal itu penting karena berdasarkan catatan Komisi Yudisial (KY), sejak Januari hingga 23 Desember 2019 terdapat 130 hakim yang dikenai rekomendasi sanksi. Angka itu meningkat dua kali lipat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 63 hakim.
Syarifuddin pun mengungkap soal perkara yang masuk ke MA terus bertambah setiap tahun. Sementara itu, rekrutmen calon hakim agung belum memenuhi kebutuhan sehingga beban penanganan perkara di MA berlebih. Meski demikian, ia berharap ada penguatan kapabilitas dan kapasitas di pengadilan tingkat banding untuk mempercepat penyelesaian perkara sesuai dengan amanat cetak biru MA.
“Di muara penataan pembinaan dilakukan dengan penguatan sistem kamar dan pemilahan kamar. Setiap tahun perkara yang masuk ke MA terus meningkat,” imbuhnya.Ia mencontohkan, berdasarkan data yang dikeluarkan panitera MA pada 20 April 2020, perkara yang masuk ke kamar perdata mencapai 2.808, ditambah sisa perkara tahun lalu menjadi 2.811 perkara. Perkara yang sudah diputus sebanyak 1.375.Pada kamar pidana, tercatat 2.364 perkara, ditambah sisa perkara tahun lalu menjadi 2.577, dan telah diputus 1.455 perkara.(R1)