BEKASI, JayaPos News
Keberadaan mafia tanah di Indonesia sudah sejak lama dan sangat meresahkan masyarakat , khususnya para pemilik tanah. Hal tersebut telah membuat Presiden Jokowi memberikan perhatian yang serius dan melalui Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membuat langkah lanjutan hingga memerintahkan dibentuknya Satuan Tugas Mafia Tanah (SATGAS MAFIA TANAH).
Jenderal Polisi Drs.Listyo Sigit Prabowo,M.Si , sebagaimana program PRESISI, telah memerintahkan jajarannya untuk proses penegakan hukum harus diusut tuntas tanpa pandang bulu. “Saya minta untuk tidak perlu ragu proses tuntas, siapapun bekingnya”, ujar KAPOLRI tegas.
Pemerhati Kebijakan Publik, R.Meggi Brotodihardjo mengapresiasi langkah sigap dan tegas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Menurut Meggi, untuk memberantas sindikat mafia tanah itu perlu keberanian dari semua sektor yakni Kepolisian, Kejaksaan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pengadilan serta komitmen serius Pemerintah Daerah dan semua pihak kata Meggi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (1 Maret)
“Tetapi kita tahu di lapangan masalahnya tidak sesederhana itu , oleh karena itu upaya pemberantasan Mafia Tanah jangan normatif lagi, perlu gerakan layaknya tsunami. Harus ada terobosan seperti kasus korupsi dijadikan extra-ordinary crime. Ini adalah suatu yang emergency, kerja agresif semua pihak dibutuhkan untuk benar-benar bisa mengejar dan meringkus sindikat mafia tanah”, himbau Meggi.
“Genderang perang menghabisi mafia tanah ini memang bukan baru pertama kali di Indonesia, pada tahun 2017, pembentukan Satgas Mafia Tanah pernah juga ada , cuma pada waktu itu memang belum menyentuh bekingnya”, kenang Meggi.
Meggi berpendapat , aksi mafia tanah bukanlah sengketa tanah. Dikatakannya, sengketa tanah hanya terjadi jika terdapat dua atau lebih ahli waris memperebutkan satu bidang tanah. Namun, pola yang dilakukan mafia tanah ini merupakan perampasan. Hal ini lantaran mafia tanah umumnya tidak memiliki hubungan apapun dengan pemiliki hak. Padahal, pemilik atau ahli waris memiliki Alas Hak ( Girik /Sertifikat) dan tidak pernah menjual atau mengalihkan hak kepemilikannya.
“Miris memang , Punya SHM ataupun bukti kepemilikan lainnya yang sah belum tentu aman, ini bisa mendegradasi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah “, tegasnya.
Untuk itu, Meggi mendorong para korban mafia tanah maupun masyarakat umumnya untuk segera melengkapi dokumen dan menyusunnya secara lengkap dan rapih agar mudah dipahami.
Tanpa kelengkapan dokumen membuat masyarakat yang awam hukum kerap kalah di pengadilan. Kalaupun menang, seringkali masyarakat tetap kesulitan untuk kembali mengurus hak kepemilikannya.
Lebih lanjut bebernya, “Dengan modal yang dimilikinya , para mafia tanah beserta sindikatnya kerap menggunakan jalur illegal maupun peradilan dan cara premanisme untuk mencaplok tanah incarannya. Oleh karena itu , SATGAS Mafia Tanah harus mewaspadai Playing Victim pembeli tanah dari mafia tanah seakan menjadi korban , karena patut dan dapat diduga sebagai bagian dari sindikat mafia tanah dan besar kemungkinan sebagai otak pelaku mafia tanah”, ungkap Meggi, geram.
Meggi juga mendorong agar BPN Kab Bekasi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi segera mengevaluasi dan membatalkan perijinan yang terbukti penerbitannya mal-administrasi atau illegal sehingga bisa digunakan membantu mafia tanah untuk merampas tanah masyarakat. Lebih jauh, Meggi menilai perijinan-2 tersebut menjadi celah hukum maraknya mafia yang merampas tanah masyarakat. Ini sudah rahasia umum dan salah satunya bisa dibuktikan dengan banyaknya Plottingan dan Ijin Lokasi yang dikeluarkan, padahal pemilik tanah yang sah belum dan tidak pernah menjual atau mengalihkan hak kepemilikannya, bahkan tidak tahu sama sekali. Ada juga yang cuma diberi DP (down payment) kelanjutannya tidak jelas dan jadi masalah. Lebih konyol lagi jika Aparat Desa/Kelurahan pun tidak pernah memberikan rekomendasi dan tidak tahu bahwa ada Plottingan/Ijin Lokasi di wilayahnya. Ini sangat patut dan dapat diduga merupakan kerja sindikat mafia tanah, dengan berbagai dugaan pemalsuan , ungkap Meggi. “Inikan namanya merampas di depan penegak hukum, ada pembiaran perampasan tanah di depan penegak hukum”. lanjut Meggi , mantan Tim Perumus Visi-Misi Kab.Bekasi ini.
“Sebagai contoh kecil dugaan permainan sindikat mafia tanah, Ahli Waris H. Abdurahman memiliki tanah/sawah di Cibitung, Bekasi. Hal ini dibuktikan dengan alas hak yang sah Girik dan telah mendapat Register Sporadik dari Kepala Desa dengan disaksikan RT dan RW serta saksi –saksi. Sementara itu ada pihak yang mengaku-aku sebagai pemilik tanah yang diperolehnya berdasarkan Akta Jual Beli dengan nama yang berbeda dari pemilik yang sah. Dan saat ini atas perijinan-2 yang diperolehnya, sedang membangun kompleks perumahan oleh pengembang. Atas kejadian itu, Ahli Waris Pemilik yang sah sudah melayangkan surat pemberitahuan dan somasi kepada BPN Kab Bekasi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi terkait kepemilikan dan perijinan yang diberikan kepada pengembang , namun tidak kunjung mendapat jawaban. Meggi menduga ada peran sindikat mafia tanah . Bahkan luar biasanya sepak terjang mafia tanah ini dengan upaya dan intimidas diduga sedang berupaya menguasai beberapa bidang tanah milik ahli waris yang ada di Bekasi, diantaranya di Sumberjaya, Tambun, dan di lokasi lainnya, papar Meggi memberi contoh..
Sangat sederhana sebenarnya untuk mengungkap kebenaran kepemilikan yang sah. Alas Hak adalah dasar bukti kuat kepemilikan diperkuat dengan register sporadik dan saksi. Tinggal panggil saja semua pihak yang terkait dengan data kepemilikannya untuk memastikan di hadapan aparat terkait yang berwenang. Untuk memastikan kepemilikan itu cukup dengan data, tidak perlu dengan cara-cara premanisme, sindir Meggi.
Contoh kecil lainnya, Hj.Ermawati (64) single parent dengan kondisi kesehatan stroke ringan dan masih sebagai tulang punggung keluarga dengan 4 anak dan cucu-cucu, yang sudah membeli tanah dan rumah sejak tahun 1993 di Petukangan Utara, Jakarta Selatan. Sejak dibeli hingga saat ini masih menempati rumah dan tidak pernah menjual atau mengoper-alihkan kepada pihak lain. Hal itu dibuktikannya dengan kepemilikan SHM Nomor 718/Petukangan Utara (1994) serta PBB sampai saat ini masih atas namanya .Pada Oktober 2014 telah melaporkan kehilangan SHM 718 miliknya kepada Polres Metro Jakarta Selatan. Selanjutnya berdasarkan penjelasan BPN Jakarta Selatan Nomor: 2668/7-3174-300/XII/2014 , bahwa telah terjadi 2(kali) peralihan AJB dan tidak terdapat catatan pembebanan hak maupun pemblokiran. Atas kejadian itu Hj.Ermawati telah melaporkannya ke Polres Metro Jakarta Selatan, Nomor :LP/197/K1/2015/Restro Jaksel. Bertahun-tahun sudah menunggu kepastian hukum agar SHMnya bisa dikembalikan lagi atas namanya , namun hingga saat ini belum memperoleh hasil. Dengan kondisi yang serba kekurangan dan tidak tahu harus berbuat apa, beliau berharap keadilan bisa diperolehnya. Menanggapi keluhan Ibu H.Ermawati, berharap agar SATGAS Mafia Tanah PMJ bisa secepatnya membantu ibu Hj Ermawati sebagaimana cepat mengungkap kasus Pak Dino, ujar Meggi miris.
Pemerhati Kebijakan Publik Bekasi, R.Meggi Brotodihardjo mengatakan bahwa SATGAS Mafia Tanah harus mengambil langkah yang cepat, tegas dan seirama dalam rangka memberantas para mafia tanah agar upaya ini bisa cepat berhasil, jangan sampai ada tebang pilih dan kasus-kasus yang viral saja, apalagi asal ada kegiatan saja.
“Kapolri dan Kementerian Agraria/BPN sudah menginstruksikan agar mafia tanah disikat tuntas. Bagaimana dengan Kejaksaan dan Pengadilan? Karena muara dari pada sebuah perkara adalah di pengadilan. Seharusnya para hakim dalam memutus perkara harus secara adil, karena hakim merupakan wakil Tuhan di dunia. Mereka harus komitmen juga memberantas mafia tanah, begitu juga dengan Pemerintah Daerah”, pungkasnya. (Pas/Red)