BALIGE, jayaposnews.com – Aksi dukungan menutup keberadaan PT TPL yang beroperasi di Kabupaten Toba dan Daerah sekitarnya makin bertambah.
Pasalnya, keberadaan PT TPL sudah sangat menyengsarakan Masyarakat setempat, dan bahkan kerap kali terjadi aksi kekerasan terhadap masyarakat setempat.
Semenjak PT.TPL hadir di Tano Batak tindakan kekerasan, kriminalisasi, intimidasi yang dilakukan terhadap masyarakat adat yang berupaya mempertahankan wilayah adatnya terus berlangsung, tidak hanya terjadi di Natumingka antara lain:
September 2019 tindakan kekerasan dialami masyarakat adat Sihaporas disaat mereka melakukan aktifitas bertani di wilayah adat mereka, pada saat kejadian itu Thomson Ambarita dan Mario Ambarita (Anak Kecil) menjadi korban tindakan kekerasan Bahara Sibuea (Humas Sektor Aek Nauli) dan Security PT.TPL.
Kemudian pada Oktober 2019, PT.TPL menurunkan Kepolisian dengan membawa senjata dan aparat TNI mengintimidasi Masyarakat Dolok Parmonangan, Kabupaten Simalungun, di saat mereka melakukan aktifitas bertani di wilayah adat mereka.
Setelah itu pihak PT.TPL melaporkan 2 orang masyarakat, Antara lain :.Hasudungan Siallagan dan Sorbatua Siallagan dengan tuduhan melakukan akrtifitas menduduki hutan negara.
Pada Juni 2020 pihak PT.TPL melaporkan 5 orang Masyarakat Adat Huta Tornauli Parmonangan, Kab.Tapanuli Utara atas nama : Buhari Job Manalu, Manaek Manalu, Nagori Manalu, Damanti Manalu, Ranto Dayan Manalu dengan tuduhan Perkebunan Tanpa Izin di Kawasan Hutan.
Kemudian pada akhir 2020 pihak PT.TPL kembali melaporkan 5 orang masyarakat adat Ompu Ronggur Sipahutar, Kab.Tapanuli Utara dengan tuduhan pembukan jalan di Areal konsesi PT.TPL. Atas nama, Dapot Simanjuntak, Rinto Simanjuntak, Sudirman Simanjuntak, Pariang Simanjuntak, Maruli Simanjuntak. Kelima orang tersebut sudah lanjut usia.
Pada Januari 2021 pihak PT.TPL melaporkan 3 orang masyarakat adat Desa Natumingka dengan tuduhan, pengrusakan tanaman, atas nama antara lain: 1. Anggiat Simanjuntak, 2. Firman Simanjuntak, 3. Risna Sitohang.
Masyarakat Adat Tano Batak tidak mengenal cara-cara kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Karena seluruh masyarakat adat terlebih dahulu melakukan musyawarah mufakat bersama penatua kampung dalam memecahkan suatu permasalahan, tidak dengan tindakan anarkis seperti yang dilakukan PT. TPL kepada masyarakat adat Natumingka, dengan mempersiapkan satpam atau karyawan menggunakan benda tajam seperti kayu runcing (Alat Tanam), bahkan ada karyawan PT.TPL yang membawa samurai (Bukti Kita Memiliki Videonya) dan lemparan batu, bahkan polisi yg berada di tempat kejadian menjadi penonton. Kuat dugaan melakukan pembiaran seolah mengizinkan kejadian itu berlangsung tak berdaya dengan alat-alat yang digunakan PT. TPL untuk melakukan kekerasan terhadap masyarakat.
Akan tetapi sejauh ini PT. TPL sering sekali melakukan kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi.
Tidak jera-nya PT. TPL melakukan kekerasan dan bentuk lainnya dan membuktikan lemahnya hukum untuk menindak perusahaan yangvrentan melakukan kekerasan tersebut yang selama ini menjadi perhatian publik.
Ironisnya lagi, sejak 2015 hingga saat ini, kurang lebih 50 orang masyarakat adat yang mengalami kriminalisasi oleh PT.TPL yang tersebar di 1.Kabupaten Humbang Hasundutan, 2. Tapanuli Utara, 3. Toba Samosir dan 4. Kab. Simalungun.
Menurut keterangan Kepala Desa, bahwa tidak pernah pihak PT.TPL melakukan sosialisasi terkait rencana penanaman.
Dan pada Maret 2020 Kepala Desa beserta 8 orang masyarakat pergi menemui pihak PT.TPL yang berada di kantor sektor habinsaran.
Dalam kunjungan tersebut Kepala Desa Natumingka beserta masyarakat menyampaikan supaya menghentikan penanaman menunggu penyelesaian hukum, serta mencari solusi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Jika pihak PT.TPL menarik karyawannya tentu di awal sudah seharusnya ditarik. Namun realita di lapangan, security dan pekerja memaksa mendorong barisan warga serta melakukan pelemparan terlebih dahulu sehingga mengakibatkan 12 warga luka-luka.
Demikian menurut Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL”, Ujar Agustin Simamora.Senin (23/05/2021). (Redaksi).