JAKARTA, jayaposnews.co.id — Pada 5 Juli 2021, Perkumpulan Wali Murid 8113 (Koloni 8113) beserta 3 orangtua/wali murid mengajukan upaya Hukum Kasasi ke Mahkamah Agung, terkait perkara gugatan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2020-2021 di Provinsi DKI Jakarta.
Pengajuan Kasasi itu, karena Koloni 8113 beserta 3 orangtua/wali murid keberatan terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) Jakarta No. 75/B/TF/2021/PT.TUN.JKT, tertanggal 8 Juni 2021, yang amar putisannya menyatakan: menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Jakarta Nomor: 161/G/TF/2020/PTUN-JKT, Tanggal 13 Januari 2021.
Sedangkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 161/G/TF/2020/PTUN-JKT, Tanggal 13 Januari 2021, amar putusannya menyatakan Gugatan Para Penggugat tidak diterima”. Hal ini dijelaskkan oleh Andi Muttaqien, Tim Advokasi Keadilan Pendidikan yang merupakan kuasa hukum Koloni 8331 dan orang tua/wali murid.
Andi Muttaqien menyatakan, bahwa Koloni 8113 dan orang tua/wali murid mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum atas Penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021 di Provinsi DKI Jakarta.
Gugatan ini diajukan ke PTUN Jakarta pada 19 Agustus 2020, dengan Tergugat yaitu Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta (Tergugat I) dan Gubernur DKI Jakarta (Tergugat II). “Gugatan terkait PPDB DKI Jakarta tahun ajaran 20202/2021. Ini diajukan karena Koloni 8113 dan orang tua/wali murid menilai terdapat pelanggaran dalam Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 tahun 2020 junto Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 670 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru tahun Pelajaran 2020/2021 terhadap peraturan di atasnya, yakni Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 44 tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK,” ungkap Herunarsono, Ketua Perkumpulan Wali Murid 8113, mewakili para Penggugat.
Herunarsono menerangkan, di antara aturan PPDB DKI Jakarta tahun ajaran 2020/2021 yang bertentangan dengan Permendikbud No. 44 tahun 2019, adalah: (1) Usia sebagai penentu utama untuk Jalur Zonasi dan Jalur Afirmasi, (2) Pembatasan usia untuk Jalur Inklusi, (3) Kuota minimum 40% untuk Jalur Zonasi jenjang SMP dan SMA/SMK, (4) Mekanisme seleksi untuk Jalur Prestasi Akademik dengan mendasarkan hitungan perkalian nilai rerata rapor semester pada kelas 4, kelas 5 dan semester 1 kelas 6 SD (5 semester) untuk masuk SMP dengan nilai akreditasi sekolah; dan hitungan perkalian nilai rata-rata rapor kelas 7, kelas 8 dan semester 1 kelas 9 (5 semester) untuk masuk SMA/SMK dengan nilai akreditasi sekolah.
Heru menambahkan, banyak orang tua/wali murid melapor, bahwa mereka telah menjadi korban dari adanya proses PPBD DKI Jakarta pada 2020 yang lalu.
Andi Muttaqien yang juga merupakan Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menerangkan, bahwa Gugatan Koloni 8113 dan Wali Murid di PTUN Jakarta tersebut merupakan gugatan perbuatan melawan hukum, dengan alasan:
1. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta tidak melakukan tindakan alternatif sebagai upaya mengantisipasi dampak pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2020-2021 di Provinsi DKI Jakarta terhadap anak didik sekolah yang tidak diterima di sekolah negeri
2. Gubernur DKI Jakarta tidak memberikan solusi terhadap permasalahan hak atas pendidikan anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri sebagai dampak pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2020-2021 di Provinsi DKI Jakarta.
Dalam hal ini Andi Muttaqien menegaskan bahwa Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dan Gubernur DKI Jakarta melanggar Hak anak atas pendidikan dan melakukan Perbuatan Melanggar Hukum.
Tetapi berdasarkan keterangan Muhammad Irwan, salah seorang Tim Advokasi Keadilan Pendidikan bahwa gugatan koloni 8113 dan orang tua/wali murid ini kandas di PTUN Jakarta karena majelis Hakim PTUN Jakarta menyatakan bahwa gugatan Para Penggugat tidak diterima.
Muhammad Irwan lebih lanjut menerangkan bahwa atas putusan PTUN Jakarta ini, Koloni 8113 dan wali murid (Para Penggugat) mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta pada tanggal 01 Februari 2021, dengan alasan:
1. Pertimbangan hukum majelis hakim PTUN Jakarta salah dan keliru mengenai tindakan pejabat pemerintahan yang konkrit.
Padahal fakta hukum di persidangan membuktikan bahwa Objek Gugatan Merupakan Tindakan Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (8) Undang Undang No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan dan pasal 1 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintah (Onrechtmatige Overheidsdaad) (selanjutnya disebut Perma 2/2019).
2. Pertimbangan hukum majelis hakim PTUN Jakarta salah dan keliru menyatakan bahwa PTUN tidak berwenang mengadili perkara. Padahal fakta hukum di persidangan membuktikan bahwa Objek Gugatan Termasuk Kategori Tindakan Pemerintahan Yang Tidak Aktif, Tidak Melakukan Tindakan Apapun atau Membiarkan Saja, Formulasi Gugatan Sesuai dengan Peratutan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintah (Onrechtmatige Overheidsdaad), Objek Gugatan Merupakan Kelalaian Para Tergugat Memberikan Pemenuhan, Perlindungan, dan Penghormatan Terhadap Hak Asasi Warga Negaranya Yaitu Siswa Yang Tidak Diterima Di Sekolah Negeri Pilihanya Sebagai Akibat Pelaksanaan PPDB Tahun Ajaran 2020-2021 Di Provinsi DKI Jakarta.
“Oleh sebab itu, DEMI UNTUK MENDAPATKAN KEADILAN, para Penggugat memutuskan untuk mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 75/B/TF/2021/PT.TUN.JKT, tertanggal 8 Juni 2021,” kata Judianto Simanjuntak, yang juga Tim Advokasi Keadilan Pendidikan (Kuasa Hukum Para Penggugat).
Judianto Simanjuntak yang juga pengacara publik pada Public Interest Lawyer Network (Pil-Net) ini lebih lanjut menjelaskan bahwa diajukannya upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung karena Majelis Hakim PT.TUN Jakarta dan PTUN Jakarta salah dan keliru memutuskan perkara ini.
Dalam hal ini ada kesalahan penerapan hukum yang dilakukan oleh Majelis Hakim PT.TUN Jakarta dan hakim PTUN Jakarta, yaitu salah menerapkan hukum mengenai tindakan pejabat pemerintahan yang konkrit, dan salah menerapkan hukum tentang kewenanangan mengadili perkara.
Karena itu, Judianto mengutarakan bahwa selanjutnya mereka sebagai Kuasa Hukum Koloni 8113 dan orang tua/wali murid selaku Pemohon Kasasi akan mengajukan Memori Kasasi ke Mahkamah Agung, dimana pengajuan memori kasasi jangka waktunya 14 hari sejak menyatakan kasasi pada tanggal 5 Juli 20201.
Judianto mengharapkan kepada Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung agar memutuskan perkara ini dengan objektif dan benar sesuai dengan hukum yang berlaku. Ini adalah untuk keadilan bagi orang tua /wali murid dan siswa korban PPDB DKI Jakarta tahun ajaran 2020/2021.
“Saat ini PPDB tahun ajaran 2021/2022 sedang dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta. Namun, kami melihat bahwa tahun ini, pelaksanaan PPDB DKI Jakarta tahun ajaran 2021/2022 ini masih menimbulkan masalah dan kegaduhan di masyarakat, karena desain seleksinya yang tidak sesuai dengan aturan di atasnya dan lagi-lagi mengganggu rasa keadilan masyarakat,” kata Shandra Pratiwi, salah satu orang tua penggugat, yang tahun ini kembali mendaftarkan salah satu putranya melalui PPDB.
“Para penggugat melihat bahwa pengalaman kegaduhan PPDB tahun 2020 yang lalu tidak memberikan cukup pelajaran bagi Gubernur DKI Jakarta dan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk bahan evaluasi dan mengembangkan kebijakan yang lebih selaras dengan peraturan di atasnya dan mau membuka pikiran, mata, dan telinga bagi orang tua/wali murid dan warga DKI Jakarta,” sambung Herunarsono.
Herunarsono menyebutkan, “Perjuangan ini adalah demi perbaikan pelaksanaan PPDB DKI Jakarta ke depan. Jangan sampai anak-anak terus-menerus menjadi korban dari kebijakan yang tidak disusun dengan matang, diputuskan dengan gegabah dan dilaksanakan dengan seenaknya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mau mengubah perilaku buruk mereka ini.”
Menurut Judianto Simanjuntak, perbaikan pelaksanaan PPDB DKI Jakarta mutlak harus dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan maupun Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta sebagai upaya menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia (HAM), khususnya hak atas pendidikan warga DKI Jakarta, sebab tiga hal ini (menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM) merupakan tanggung jawab negara sebagaimana dijamin dalam UUD 1945, UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM, dan UU No 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. (Redaksi JPN)