JAKARTA, jayaposnews.co.id — H. Haroko mantan Menteri Penerangan pada jaman Orde Baru (Soeharto). Berikut ini biodata dan profil Harmoko, mantan Menteri Penerangan Presiden Soeharto yang meninggal dunia malam ini, Minggu (4/7/2021).
Harmoko adalah wartawan kelahiran Nganjuk, Jawa Timur (Jatim), yang kemudian menjadi orang berpengaruh di negeri ini.
Selain menteri, Harmoko pernah menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Ia bersama Jakoeb Oetama juga mendirikan Harian Surya di Surabaya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengonfirmasi kabar meninggalnya Harmoko. Ia pun menyatakan dukacita atas wafatnya Harmoko. “Kiranya almarhum Bapak Harmoko mantan Menteri Penerangan RI beristirahat dalam damai dan mendapat tempat yang layak dalam surga yang kekal,” kata Johnny saat dihubungi Kompas.com, Minggu.
Harmoko meninggal dunia di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, sekitar pukul 20.22. Belum ada informasi mengenai penyebab wafatnya Harmoko.
Kabar meninggalnya Harmoko turut dibenarkan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo. “Iya benar mas (Pak Harmoko meninggal dunia),” kata Bamsoet lewat keterangan tertulis.
Profil dan biodata Harmoko
Harmoko lahir di Nganjuk, Jawa Timur, 7 Februari 1939. Dia dikenal sebagai wartawan sekaligus tokoh politik Indonesia. Semasa hidup, Harmoko pernah menduduki sejumlah jabatan penting.
Setelah 23 tahun menjadi wartawan, Harmoko dipercaya menjadi Menteri Penerangan di masa Orde Baru. Dia bahkan menjadi orang kepercayaan Soeharto pada masa itu.
Harmoko juga pernah menjadi Ketua MPR pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie. Sebagai politikus, Harmoko lahir dari dunia wartawan. Dia mulai bekerja sebagai wartawan pada awal tahun 1960-an, tepat setelah lulus SMA. Kala itu, dia menjadi wartawan dan kartunis di Harian Merdeka dan Majalah Merdeka. Pada tahun 1964 ia bekerja juga sebagai wartawan di Harian Angkatan Bersenjata.
Setahun kemudian, dia berlabuh ke Harian API pada 1965. Pada saat yang sama, ia menjabat pula sebagai pemimpin redaksi majalah berbahasa Jawa, Merdiko (1965). Tahun berikutnya (1966-1968), ia menjabat sebagai pemimpin dan penanggung jawab Harian Mimbar Kita.
Pada 1970, bersama beberapa temannya, ia menerbitkan harian Pos Kota. Di bawah kepemimpinannya, oplah Post Kota meningkat hingga mencapai 200.000 eksemplar pada tahun 1983. Harmoko juga akhirnya ikut membidani lahirnya Harian Surya di Surabaya.
Kiprah politik
Harmoko menjadi Menteri Penerangan Republik Indonesia pada era Orde Baru selama 3 periode berturut-turut dari tahun 1983 hingga tahun 1997.
Sebagai menteri Penerangan, Harmoko mencetuskan gerakan Kelompencapir (Kelompok Pendengar, Pembaca dan Pirsawan) yang dimaksudkan sebagai alat untuk menyebarkan informasi dari pemerintah.
Dia dinilai berhasil memengaruhi hasil pemilihan umum (Pemilu) melalui apa yang disebut sebagai “Safari Ramadhan”. Selain itu, Harmoko juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar dari tahun 1993 selama 5 tahun.
Sebagai Ketua Umum DPP Golkar, Harmoko dikenal pula sebagai pencetus istilah “Temu Kader”.
Terakhir, ia menjabat sebagai Ketua DPR/MPR periode 1997-1999 yang mengangkat Soeharto selaku presiden untuk masa jabatannya yang ke-7.
Namun dua bulan kemudian Harmoko pula memintanya turun ketika gerakan rakyat dan mahasiswa yang menuntut reformasi tampaknya tidak lagi dapat dikendalikan. Harmoko adalah orang yang meminta Soeharto turun dari jabatannya karena desakan rakyat Indonesia.
Orang kepercayaan Soeharto: Kredibelitas Harmoko membuatnya dilirik Presiden Soeharto hingga akhirnya ia berhasil menjabat sebagai Menteri Penerangan RI selama 14 tahun sejak 1983.
Selama menjabat sebagai Menteri, Harmoko menjadi salah satu orang kepercayaan Presiden Soeharto. Dia dinilai mampu menerjemahkan gagasan-gagasan Soeharto kala itu. Jelang Pemilihan tahun 1998, Presiden Soeharto sebetulnya sudah berniat mundur. Namun, Harmoko tetap mendukungnya untuk melanjutkan pemerintahan.
Setelah kembali terpilih, ternyata gejolak akibat krisis moneter semakin menjadi hingga terjadi kerusuhan Mei 1998. Hal tak terduga terjadi 18 Mei 1998. Harmoko mengeluarkan keterangan pers dan meminta supaya Presiden Soeharto mundur.
“Demi persatuan dan kesatuan Bangsa pimpinan DPR baik Ketua maupun Wakil Ketua, mengharapkan presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana,” ucap Harmoko. Hal tersebut yang membuat ketegangan antara keluarga Cendana Soeharto dan Harmoko.
Riwayat karier: Wartawan dan Kartunis Harian Merdeka (1960). Wartawan Harian Angkatan Bersenjata (1964). Wartawan Harian API (1965). Pemred Harian Merdiko (1965). Pendiri Harian Pos Kota (1970). Pemimpin dan Penanggung Jawab Harian Mimbar Kita (1966-1968). Menteri Penerangan Indonesia (1983-1997). Ketua Umum Golkar (1993-1998). Ketua DPR-RI (1997-1999). Ketua MPR-RI (1997-1999). (Redaksi JPN)