“TUTUP PT. TOBA PULP LESTARI (PT. TPL) DAN BERIKAN PENGAKUAN, PERLINDUNGAN, SERTA PENGHORMATAN KEPADA MASYARAKAT ADAT SERTA PEMULIHAN LINGKUNGAN HIDUP DI SUMATERA UTARA.”
MEDAN, jayaposnews.co.id — Aliansi Gerak Tutup TPL dengan beberapa perwakilan dari komunitas Masyarakat Adat dari sekitaran Danau Toba gelar aksi di depan kantor PT. TPL, Gedung Uniplaza, Jl. Letjend. Haryono MT No.A-1. Aksi yang dilakukan dengan mematuhi Protokol Kesehatan ini bertujuan untuk menyampaikan aspirasi “TUTUP TPL.”
Menelisik polemik PT. TPL (Toba Pulp Lestari), sejak awal kehadirannya perusahaan yang dahulu bernama PT. Inti Indorayon Utama tersebut sudah memunculkan beragam kontroversi, membawa persoalan bagi Rakyat dan Lingkungan Hidup, hingga mendapat penolakan dari masyarakat. Selama 30 tahun lebih PT. Toba Pulp Lestari telah menyebabkan banyak penderitaan masyarakat di Kawasan Danau Toba, antara lain, merampas ruang hidup masyarakat, menghancurkan ekosistem Danau Toba dan kerap melakukan kejahatan kemanusiaan.
Diketahui, bahwa PT. TPL sampai saat ini memiliki konsesi seluas 167.192 Hektar dan tersebar di 12 Kabupaten, Simalungun, Asahan, Toba, Samosir, Dairi, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Pakpak Barat, Padang Lawas Utara, Humbang Hasundutan, kota Padang Sidempuan. Melalui izin konsesi 493/Kpts-II/1992 tanggal 1 Juni 1992 jo SK.307/MenLHK/Setjen/HPL.0/7/2020 Tanggal 28 Juli 2020 dengan status permodalan PMA & Perusahaan Terbuka B-139/Pres/5/1990 Tanggal 11 Mei 1990 (Surat Pemberitahuan Tentang Keputusan Presiden RI No. 07/V/1990 dan Izin Usaha Industri SK Nomor 627/T/INDUSTRI/1995.
Diketahui juga bahwa aktifitas PT. TPL berkontribusi terhadap deforestasi skala besar di Bentang Alam Tele. Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL menemukan, bahwa setidaknya 22.000 Ha Kawasan Hutan di Bentang Alam Tele sudah dihancurkan PT. TPL dan kemudian ditanami dengan eukaliptus dengan sistem Perkebunan Monokultur.
Dari total 22.000 Ha hutan yang dihancurkan, 4000 Ha di antaranya berada di dalam kawasan Hutan Lindung. Tindakan pengerusakan kawasan hutan lindung yang diduga dilakukan PT. TPL di Bentang Alam Tele menunjukkan, bahwa PT. TPL telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan menyebabkan besarnya potensi bencana ekologis serta kerusakan lingkungan hidup.
Selain itu, Perusahaan yang mengekspor bubur kertas ini diduga telah melakukan pelanggaran yang merugikan Negara. Di tahun 2020, dalam sebuah artikel yang termuat dalam Majalah Tempo dengan judul “Jurus Sulap Ekspor Kayu”. Yang merupakan hasil investigasi dalam rentang setahun oleh sejumlah media dan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Indonesia Leaks terhadap PT, Toba Pulp Lestari Tbk.
Perusahaan tersebut terindikasi telah melakukan manipulasi dokumen ekspor bubur kayu ke luar negeri untuk memindahkan keuntungan Perusahaan ke Luar Negeri.
Tak cukup hanya itu, perusahaan ini kerap melakukan kekerasan terhadap masyarakat, mulai dari intimidasi, kriminalisasi, penganiayaan hingga pelarangan petani untuk bertani di tanah sendiri. Haruslah diingat, bahwa di masa lalu terjadi kekerasan bersenjata yang mengakibatkan setidaknya dua orang sipil wafat yakni, Ir Panuju Manurung (26 November 1998) dan Hermanto Sitorus (21 Juni 2000). Lalu, tercatat selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2016-2021) PT TPL telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap masyarakat sebanyak 63 orang.
Yang paling terakhir ketika PT TPL pada 18 Mei 2021 melakukan kekerasan terhadap 12 warga Masyarakat Adat Marga Simanjuntak Huta (Desa) Natumingka. Kasus terakhir ini yang memicu rasa marah dan geram yang meluas di masyarakat luas, termasuk Togu Simorangkir, Anita Hutagalung dan Irwandi Sirait yang dengan spontan merencanakan aksi jalan kaki Toba-Jakarta untuk meminta Presiden Jokowi menutup perusahaan ini secara permanen.
Merujuk pada beberapa persoalan di atas dengan ini kami Aliansi Gerakan Tutup TPL mendesak Pemerintah Indonesia untuk :
1. Mendesak Presiden untuk memiliki itikad baik untuk bertemu dengan TIM 11, Peserta Aksi Jalan Kaki (Ajak) Tutup TPL dan perwakilan Aliansi Gerak Tutup TPL serta mendengarkan tuntutan rakyat untuk Tutup TPL.
2. Meminta kepada Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko widodo serta Menteri KLHK untuk menutup PT. TPL karena dianggap menjadi akar masalah dari banyaknya konfllik struktural, bencana ekologis, dan deforestasi kawasan hutan yang berada di wilayah konsesinya.
3. Mengusut tuntas segala persoalan yang diakibatkan PT. TPL. (Redaksi JPN)